Pelayanan kesehatan perorangan yang diberikan FKTP bersifat non spesialistik. Manfaat yang
ditanggung dengan kapitasi adalah pelayanan rawat jalan dengan pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan (promotif preventif) dan pelayanan kuratif dan rehabilitatif (pengobatan). Sama seperti sistem pembayaran lainnya, pembayaran dengan cara kapitasi memiliki daftar manfaat apa saja yang bisa diakses oleh peserta menggunakan jaminan kesehatan yang dimiliki. Karena pembayaran kapitasi tidak mempertimbangkan utilisasi peserta ke fasilitas kesehatan maka pembayaran dengan kapitasi harus memiliki dasar apa saja pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh peserta.
Hal ini untuk menghindari peserta yang memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan berlebih dan tidak perlu serta menghindari fasilitas kesehatan membatasi pelayanan yang harusnya menjadi tanggung jawabnya. Pada berbagai sumber rujukan ilimiah terkait kapitasi selalu dijelaskan bahwa pembayaran kapitasi harus dilengkapi dengan daftar layanan kesehatan yang telah ditentukan sebelumnya.
Daftar ini harus menyebutkan dengan jelas apa saja yang dapat digunakan oleh masyarakat menggunakan jaminan. Penyusunan daftar ini ditentukan saat awal penyusunan kontrak dengan kesepakatan antara penyelenggara asuransi dan fasilitas kesehatan. Kesepakatan tentang cakupan pelayanan ini ditulis dalam kontrak kerjasama. Kekuatan negosiasi fasilitas kesehatan diperlukan untuk memastikan bahwa mereka dibayar secara adil dengan menetapkan tarif kapitasi sedekat mungkin dengan biaya pengobatan yang dibutuhkan fasilitas kesehatan.
Dalam perjalanannya, penyelenggara asuransi akan selalu berupaya meningkatkan pelayanan yang dapat ditanggung dengan asuransinya. Hal ini merupakan upaya penyelenggara asuransi dalam meningkatkan juga pelayanan kesehatan yang dapat ditawarkan
pada peserta. Penggunaan sistem pembayaran kapitasi pada pelayanan kesehatan primer merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memastikan FKTP akan menjalankan fungsinya sebagai gatekeeper JKN. Praktik penentuan daftar pelayanan kesehatan yang dikapitasikan dalam JKN ini cukup berbeda. Pelayanan kesehatan dengan kapitasi JKN hanya berdasarkan diagnosis yang menjadi kompetensi dokter umum.
FKTP atau asosiasi FKTP tidak memiliki kesempatan untuk menegosiasikan kontrak dengan BPJS
Kesehatan. BPJS Kesehatan menetapkan bahwa 155 diagnosis yang merupakan kompetensi dokter umum yang harus selesai perawatannya di FKTP. Daftar diagnosis ini merujuk Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer dan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Dalam JKN, FKTP menandatangani kontrak dengan BPJS Kesehatan sebagai perjanjian formal penyedia layanan kesehatan untuk merawat pasien dan mengikuti aturan di bawah JKN. Hanya FKTP yang berhasil memenuhi kriteria kredensial yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan yang dapat mengajukan untuk dikontrak oleh BPJS Kesehatan. Ketetapan tentang diagnosis yang harus selesai di FKTP ini menjadi bermasalah jika dikaitkan dengan maldistribusi tenaga kesehatan di Indonesia. Pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan masih banyak ditemui yang tidak memiliki dokter umum maupun dokter gigi.
Keseragaman kontrak kapitasi yang digunakan dalam JKN memiliki dampak yang berbeda terhadap Puskesmas. Paket manfaat dengan 155 diagnosis yang harus selesai di FKTP diseluruh Indonesia dilaporkan pada beberapa studi telah membuat Puskesmas berjuang dengan nsumber daya kesehatan mereka yang terbatas dalam merawat pasien. Meskipun Puskesmas di daerah terpencil memiliki tingkat kapitasi yang lebih tinggi, mereka dilaporkan tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk merawat pasien. Hal ini menyebabkan peserta JKN di daerah terpencil, meskipun telah mendapatkan perlindungan finansial, berisiko tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak karena tidak adanya infrastruktur kesehatan yang memadai.