Kapitasi pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) didasarkan pada jumlah peserta yang
terdaftar di FKTP dikalikan dengan besaran kapitasi per individu. Pada artikel blog kali ini kita akan
membahas tentang komponen “peserta yang terdaftar” dalam menghitung kapitasi.
Persyaratan keanggotaan terkunci merupakan salah satu persyaratan utama dalam menjalankan kapitasi. Peserta asuransi wajib memilih satu fasilitas kesehatan primer yang bekerjasama dengan
penyelenggara asuransi. Fasilitas kesehatan yang dipilih ini adalah fasilitas kesehatan yang akan dituju jika membutuhkan perawatan jalan (kecuali perawatan darurat dapat diakses di semua fasilitas kesehatan yang bekerja sama). Selanjutnya, pada setiap periode yang sudah disepakati dalam kontrak antara fasilitas kesehatan dan penyelenggara asuransi, sejumlah uang untuk jumlah peserta yang terdaftar akan dibayarkan ke fasilitas kesehatan.
Dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara, membayar FKTP setiap bulan. Besaran kapitasi yang diterima FKTP ini sesuai dengan jumlah peserta yang terdaftar di FKTP. Karena para peserta JKN memiliki kesempatan untuk mengubah pilihan FKTP mereka setiap tiga bulan maka jumlah peserta terdaftar di FKTP akan berubah-ubah dan membuat perbedaan pada besaran kapitasi yang diterima. Adanya kesempatan peserta untuk memilih FKTP sesuai dengan keinginannya membuat sistem pembayaran kapitasi memiliki kemampuan untuk menciptakan kondisi kompetitif antara FKTP milik pemerintah dan swasta. FKTP diharapkan menunjukkan performa terbaik agar dapat dipilih oleh peserta.
Catatan penting muncul terkait distribusi peserta ini. Pada awal JKN dilakukan di tahun 2014, Puskesmas secara otomatis menjadi FKTP BPJS Kesehatan sementara klinik dan dokter keluarga harus mengajukan permohonan untuk kerjasama. Semua peserta jaminan sosial yang dilebur ke dalam JKN yang selanjutnya menjadi Peserta Bantuan Iuran (PBI) didaftarkan oleh pemerintah daerah ke Puskesmas.
Hingga 2022, lebih dari 40% dari total peserta adalah PBI. Banyaknya jumlah PBI yang terkonsentrasi di Puskesmas menyebabkan distribusi peserta di Puskesmas dan FKTP swasta menjadi timpang menyebabkan disparitas besaran kapitasi yang diterima FKTP.
Kami melakukan analisis distribusi jumlah peserta pada FKTP di salah satu kecamatan di Kota Surabaya. Pada kecamatan tersebut terdapat 16 FKTP (2 Puskesmas, 10 klinik pratama, 4 dokter praktik swasta). Hasil analisis kami menunjukkan bahwa rata-rata jumlah peserta pada Puskesmas dua kali lebih banyak daripada jumlah peserta yang dimiliki oleh klinik pratama dan dokter praktik swasta. Pada kecamatan tersebut, satu Puskesmas rata-rata memiliki 8.030 peserta sementara klinik pratama rata-rata hanya memiliki 3.865 peserta. Angka ini selanjutnya harus dikonfirmasi dengan jumlah dokter yang tersedia untuk memastikan apakah telah memenuhi rasio ideal jumlah dokter dengan peserta.
Melalui Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 tahun 2017 tentang Pemerataan Peserta di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama, BPJS Kesehatan berupaya mendorong pemerataan peserta JKN.
Pemerataan dianggap penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada peserta. Saat FKTP memiliki rasio peserta dan tenaga kesehatan yang tidak ideal meningkatkan risiko beban kerja tenaga kesehatan yang selanjutnya meningkatkan potensi menurunnya kualitas layanan.
Peraturan tersebut menjelaskan bahwa redistribusi peserta ini dilakukan secara bertahap sampai
dengan tercapai rasio ideal yang ditentukan terkait jumlah dokter dan jumlah peserta di FKTP. Rasio ideal yang dijelaskan pada peraturan tersebut adalah minimal ada 1 dokter untuk 5000 peserta. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan, asosiasi fasilitas kesehatan dan juga organisasi profesi dibutuhkan oleh BPJS Kesehatan untuk melakukan pemerataan. Hal ini menunjukkan besarnya peran pemerintah daerah untuk segera dapat melakukan pemetaan terhadap tenaga dan fasilitas kesehatan yang ada di daerahnya agar selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan strategi pemerataan peserta.